menu

Sabtu, 12 April 2014

Pengemis lampu merah



Perkenalkan namaku saiful rohmat aku orang sunda asli dan aku baru saja lulus diperguruan tinggi swasta dan menyandang predikat sarjana muda tepatnya sarjana agama,sudah 3 bulan aku menganggur dan tak tahu harus bekerja dimana,belum ada gambaran jelas,setahuku jika aku sarjana agama aku bisa bekerja di KUA,atau menjadi pengajar agama,sudah kucoba melamar kesana kemari hasilnya masih nihil,beberapa perusahaan lebih mengutamakan jurusan yang lain bukan sarjana agama sepertiku.
Atas ijin teman aku putuskan untuk mencari pekerjaan dijakarta barangkali ada perusahaan yang membutuhkanku,kata orang Jakarta itu pusat kehidupan Negara ini barangkali kesuksesan menghampiriku disana kalau pun belum aku anggap saja sebagai pengalaman berharga,dengan uang bekal dari emak dikampung aku pun menginjakan kaki dijakarta numpang dikontrakan seorang teman yang berpropesi sebagai penjual es campur temanku lulusan STM listrik dia pun lebih menyukai pekerjaan menjual es goyobod dibanding bekerja dipabrik alasannya lebih bebas dan penghasillannya lebih baik.
Siang itu dengan panasnya cuaca Jakarta yang tak bersahabat aku berjalan ditrotoar jalan yang semakin sempit oleh para pedagang dadakan,dengan terseok-seok aku kumpulkan sisa tenaga untuk pulang hari ini ada 3 penolakan lamaran yang harus aku terima tak apa batinku lambat laun sudah kebal untuk menyunggingkan senyum sembari berlalu dengan lemas dihrd perusahaan.
Perut yang dari tadi berdendang semakin menambah beban kakiku,sejenak aku beristirahat di sebuat tambal ban dekat lampu merah,aku perhatikan setiap lampu merah menyala puluhan orang berhamburan tengah jalan untuk mengemis,wajah yang tadinya sedang tertawa lebar dipinggir jalan berubah sendu ketika mobil-mobil mewah itu berhenti.aku tersenyum dalam hati lihat betapa malasnya mereka yang tak mau bekerja hanya mengadalkan wajah memelas dan tangan yang meminta,lihat anak kecil itu matanya yang bening membuat sang kaya rela memberikan beberapa ribu dikantung mereka,hati manusia memang susah ditebak ada yang mudah kasihan ada pula yang tidak memperdulikan ocehan mereka lantas pergi begitu saja.
Dengan langkah layu aku pergi kesebuah warung nasi barangkali uang sepuluh ribu ini dapat melenyapkan dentuman perut yang sedaar tadi berirama,aku duduk di meja warteg dan memesan nasi dengan menyerahkan uang sepuluh ribu rupiah,dipiringku terhidang nasi putih,semur telur,tahu tempe serta 2 buah kerupuk,dengan tambahan sayur sop dipiringnya,aku melahap semuanya dengan rakus,bagiku makanan ini enak bahkan sangat nikmat meski aku harus makan dengan para pengamen,preman,bahkan para pemulung dan pengemis.
Sayup-sayup aku dengan pembicaraan antara lelaki setengah baya dengan anak perempuan didepannya
“dapat berapa nduk?” tanyanya dengan aksen jawa
“dapat 120 ribu pak” anak perempuan itu tersenyum
“lumayan nduk mau langsung pulang atau lanjut?” Tanya bapak itu lagi
“aku kayaknya masih mangkal pak nanti ashar pulang sekalian aku mau jalan-jalan nanti malam sama teman ke mall itu loh yang baru buka” seru anak perempuan itu dengan semangat
Aku menggelengkan kepala penghasilan pengemis itu 120 ribu baru setengah hari? Harus aku akui mereka itu hebat
Sepulanngya dikontrakan abbas dia bercerita hari ini dia mendapat untung lumayan karena es nya diborong untuk hajatan,jatahnya 3000 per orang dia kasih lebih sedikit dari porsi biasanya hasilnya esnya lebih untung 2x lipat katanya.
Mendengar ucapan abbas hatiku sedih bagaimana abbas dengan berjualan es saja dapat menghidupi keluarganya dengan baik punya rumah sendiri dan istri cantik serta anak yang lucu,lah aku apa jangankan istri yang cantik pekerjaan saja aku tak punya maka segala kesedihan ini aku tumpahkan dengan bersujud kepada pemilik segalanya aku berdoa kepadanya agar aku diberi pekerjaan yang layak serta mampu membahagiakan emak dan abah yang selama ini membiayai kuliahku dengan sabar.
Esoknya dijalan yang biasa kulalui untuk melamar pekerjaan aku melihat sesosok wanita muda yang sedang diganggu pemuda punk aku dekati mereka dan aku bilang perempuan ini saudaraku tanpa perlawanan mereka bubar perlahan,perempuan muda itu tersenyum dan berterima kasih seraya mengajakku untuk makan ketoprak,dia bercerita bahwa dia bernama siti hasanah dia bekerja sebagai seorang pengemis,dia mengatakan pekerjaannya itu halal dari pada mencopet atau pun menjadi pelacur,sehari-hari dia mangkal diperapatan jalan disana bersama teman-temannya siti hasanah terbiasa menjadi pengemis jalanan dari pekerjaan itu dia berhasil mengumpulkan uang sebesar 100-200 ribu sehari.dia bekerja dari pagi sampai ashar,dan dia menikmati pekerjaannya,dia bercerita sebenarnya dia lulusan D3 karena menurut dia bekerja dengan ijzah D3 itu lebih susah dibanding mengemis akhirnya dia memutuskan untuk mengermis saja toh hasilnya lebih mengembirakan,sebenarnya siti hasanah itu cantik matanya lembut,wajahnya ayu dan aku kira umurnya sekitar 23 tahun
“oiya dek apa menjadi pengemis itu segampang itu? Bagaimana mulainya?” tanyaku penasaran
“gampang itu mas tinggal membayar uang keamanan ke preman seharinya Cuma dua ribu perorang,sehari ada sekitar 5 orang yang meminta uang kekita diantara mereka juga terdapat oknum aparat kok”jelasnya sambil tersenyum
“gitu yah”aku mengangguk perlahan
“abang mau coba? Cobalah sekali saja sekiranya dapat penghasilan yang baik abang lanjut kalau tidak merasa cocok abang berhenti gimana?”ajaknya
Pikiranku sejenak berputar apa mungkin seorang sarjana sepertiku mengemis?apa kata orang tuaku? Ah tapi mereka tidak melihatku? Kalau sudah cukup uang aku akan membuka usaha seperti abbas berjualan es atau buah,perbincanganku pagi ini dengan siti membuat hatiku sedikit lega ada setitik harapan dihidupku,dan akhirnya siti menyuruhku untuk ganti baju lusuh dan menghampirinya dilampu merah nanti siti akan bilang sama kelompoknya bahwa aku akan ikut mengemis bersama mereka.
Akhirnya aku berganti baju dengan celana pendek dan baju lusuh menghampiri siti dan melaksanakan tugas pertamaku dengan sungkan aku mengadahkan tangan kepengguna jalan seorang gadis kecil bermata indah memberikanku uang sepuluh ribu,aku buru-buru mendoakannya dengan doa yang kupelajari dari kampusku dulu,ibunya menatap heran mungkin tumben ada seorang pengemis yang doanya seperti ustad dipengajian dan ibu itu pun tersenyum.
Aku menatap uang pertamaku ini sungguh luar biasa,kulanjutkan dengan semangat kali ini setiap orag aku doakan agar rejekinya bertambah banyak,mereka pun terlihat senang dengan doaku dan minimal uang yang mereka kasih itu seribu rupiah tak ada yang memberikanku gope atau recehan,ini menakjubkan.
Siang ketika dzuhur tiba aku istirahat kewarteg aku membuka saku celanaku dan aku cukup kaget karena hari ini aku mendapat uang sebesar 150 ribu tanpa pikir panjang aku memesan makanan yang banyak satu paha ayam,soto babat dan teh botol dingin dengan lahap aku menikmati semua ini batinku merasa senang akhirnya Jakarta yang keras bisa aku taklukan dengan mengemis.
Sore hari aku sudah berada dikontrakan abbas aku menghitung uang recehan disakuku dan menaruhnya di lemari selain untuk makan dan membayar kontrakan uang itu akan kukumpulkan untuk emak dikampung,aku katakana saja bahwa aku bekerja diperusahaan besar dan mereka akan senang.
Abbas bercerita dengan berjualan es dia bisa mendapat penghasilan bersih sebesar 4 juta sebulan,dan aku juga tersenyum mungkin saja aku bisa mengalahkan penghasilan abbas suatu saat dengan pekerjaan yang tidak bermodal ini.
Sebuah senyuman puas tersungging dibibirku malam ini dan sampai entah sampai kapan.
selesai

Tidak ada komentar: